Merdeka Mencintai
Oleh H. Lubab Habiburrohman, S.H., M. H. *)
Di sudut kota yang ramai, Sari berdiri tegak. Matanya menatap horizon, mencerminkan tekad yang membara. Hari ini, ia memutuskan untuk merdeka mencintai.
Sejak kecil, Sari dibesarkan dalam tradisi yang ketat. Cintanya harus sesuai dengan harapan keluarga dan masyarakat. Namun, hatinya memberontak, merindukan kebebasan untuk mencintai tanpa syarat.
Langkahnya mantap melintasi jalan. Setiap jejak kaki mewakili keputusan untuk melepaskan diri dari belenggu ekspektasi. Ia teringat kata-kata neneknya, "Cinta sejati tak mengenal batas."
Sari bertemu Adi di taman kota. Mereka berbeda suku, agama, dan latar belakang. Namun, cinta mereka murni dan tulus. Bersama, mereka memutuskan untuk memperjuangkan hak untuk saling mencintai.
Tantangan datang bertubi-tubi. Cercaan, ancaman, bahkan pengucilan. Tapi Sari dan Adi tetap teguh. Mereka percaya bahwa cinta mereka layak diperjuangkan.
Perlahan tapi pasti, suara mereka mulai didengar. Semakin banyak orang yang mendukung kebebasan untuk mencintai. Gerakan "Merdeka Mencintai" tumbuh, menginspirasi banyak pasangan untuk berani menentang norma yang membatasi.
Akhirnya, setelah perjuangan panjang, masyarakat mulai berubah. Undang-undang baru disahkan, melindungi hak setiap orang untuk mencintai tanpa diskriminasi.
Di hari kemerdekaan cinta, Sari dan Adi berdiri di depan massa. Mereka mengangkat bendera "Merdeka Mencintai" tinggi-tinggi. Air mata haru mengalir, menandai kemenangan cinta atas prasangka.
Kini, Sari bisa tersenyum lega. Ia telah memenangkan kemerdekaannya untuk mencintai. Dan ia berjanji akan terus berjuang agar setiap orang bisa merasakan kebebasan yang sama.
Inilah kisah perjuangan menuju kemerdekaan cinta. Sebuah pengingat bahwa cinta sejati tak mengenal batasan, dan setiap orang berhak untuk merdeka mencintai.
Merdeka mencintai adalah konsep yang menekankan kebebasan individu dalam menjalin hubungan dan mengekspresikan cinta tanpa tekanan atau batasan dari pihak luar. Gagasan ini mencakup beberapa aspek utama:
1. Kebebasan memilih pasangan tanpa memandang latar belakang sosial, agama, atau budaya.
2. Hak untuk mengekspresikan perasaan cinta secara terbuka tanpa rasa takut akan penghakiman sosial.
3. Kemerdekaan dalam menentukan bentuk dan komitmen hubungan yang diinginkan.
4. Penolakan terhadap pernikahan paksa atau perjodohan yang tidak diinginkan.
5. Dukungan terhadap kesetaraan gender dalam hubungan romantis.
6. Penerimaan terhadap berbagai bentuk orientasi seksual dan identitas gender.
7. Penekanan pada pentingnya persetujuan dan saling menghormati dalam hubungan.
Gagasan ini sering kali berhadapan dengan norma sosial tradisional dan dapat menimbulkan perdebatan di masyarakat. Penerapannya memerlukan keseimbangan antara kebebasan individu dan tanggung jawab sosial.
Sebagai orang beriman tentunya mempunyai batas batas dalam mencintai orang lain apalagi jika berbeda keyakinan karena bertentangan dengan norma agama, sehingga berlaku hukum "boleh mencintai tapi tidak untuk memiliki".
*) Ketua PD IPARI Kab. Banyumas.
Komentar
Posting Komentar