Filosofi Kemerdekaan
Oleh Mohammad Yusup, S.Ag., M.H.I. *)
Pendahuluan
Saat ini bangsa Indonesia sedang dalam suasana haru biru merayakan Kemerdekaan Indonesia yang ke 79 tahun 2024 sebagai hari yang penuh kebahagiaan dengan bebasnya bangsa dari belenggu penjajahan. Suasana semakin semarak dengan diadakan acara-acara dengan nuansa meriah dan unik. Perayaan kemerdekaan dilaksanakan di tingkat terbawah (RT) sampai tingkat Nasional bahkan Internasional.
Perayaan kemerdekaan memang menjadi keniscayaan, karena bangsa Indonesia harus pandai bersyukur atas nikmat kemerdekaan tersebut. Bagaimana tidak bersyukur dari cengkeraman penjajah yang telah membuat penderitaan dan pengorbanan rakyat Indonesia, seperti pembunuhan, penjarahan harta benda, istri kehilangan suami dan sebaliknya. Namun dengan tekad “Merdeka atau mati” telah menjadikan semua penderitaan tidak menjadi persoalan berarti.
Filosofi Kemerdekaan
Kata merdeka mempunyai arti kata Merdeko (bahasa Jawa) dan Mahardika (bahasa Kawi) yang mempunyai makna orang yang mempunyai kekuasaan atau menguasai diri sendiri dalam berbuat atau tidak berbuat. Maka orang tersebut memerlukan kekuatan, kemampuan dan kekayaan pribadi dengan bijaksana sesuai proporsinya. Merdeka mempunyai lawan kata Liar. Kemerdekaan seseorang adalah kemampuan dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya, bukan tidak peduli pada hasilnya. Merdeka adalah perbuatan penuh kesadaran atau terkontrol sedang liar biasanya merupakan perbuatan yang tidak terkontrol. Merdeka juga berarti perbuatan yang dilakukan dengan manusiawi bukan hewani, merdeka juga mempunyai kelembutan bukan kekasaran.
Sekarang timbul pertanyaan : “Sudahkah kita memanfaatkan kemerdekaan itu sebagaimana mestinya?”Jawabannya adalah kembali kepada diri kita masing-masing. Kalau kita sudah memanfaatkan sesuai makna kemerdekaan yang mulia, maka kita wajib bersyukur kepada Allah Swt seraya memohon nikmat yang lebih besar lagi, sebagimana dijanjikan oleh Allah Swt dalam surat Ibrahim ayat 7:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”
Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa apabila kita tidak memanfaatkan kemerdekaan sesuai tujuan semula, maka sesuai akhir ayat tersebut ialah adzab Allah Swt yang akan menimpa kita, baik di dunia maupun di akhirat.
Kemudian makna kemerdekaan yang lain adalah mengisi kemerdekaan dengan membangun di segala bidang kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Masih banyak rakyat yang mengerti kemerdekaan bangsa namun belum dapat merasakan hasilnya. Masih banyak rakyat yang tidak aktif dalam kegiatan pembangunan.
Orang-orang yang telah memperoleh kedudukan atau jabatan, menggunakan kesempatan untuk berbuat hal-hal yang tidak wajar dan semestinya. Mengapa hal bisa terjadi?, Jawabannya adalah kita harus dapat membebaskan diri dari belenggu hawa nafsu keserakahan, loba, tamak, rakus dan sebagainya. Kesejahteraan tidak akan turun begitu saja dari langit, melainkan dengan usaha yang sungguh-sungguh dan tentunya mendapatkan rahmat dari Allah Swt. Hawa nafsu tidak bisa diusir, tidak bisa ditembak atau diperangi dengan senapan karena ia bersembunyi dalam hati seseorang. Hawa nafsu hanya dapat ditekan agar tidak dapat bergerak leluasa. Kita jangan mau dikendalikan oleh hawa nafsu namun kitalah yang mestinya mengendalikan hawa nafsu.
Rasulullah Saw bersabda dalam beberapa hadisnya:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ أَنْ يُجَاهَدَ الرَّجُلُ نَفْسَهَ وَ هَوَاهُ
“Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad (berjuang) melawan dirinya dan hawa nafsunya”
(Hadits shahih diriwayatkan oleh ibnu Najjar dari Abu Dzarr).
رَجَعْتُمْ مِنَ اْلجِهَادِ اْلأَصْغَرِ إِلَى الجِهَادِ الأَكْبَرِ فَقِيْلَ وَمَا جِهَادُ الأَكْبَر يَا رَسُوْلَ الله؟ فَقَالَ جِهَادُ النَّفْسِ
“Kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran besar. Lantas sahabat bertanya, “Apakah pertempuran akbar (yang lebih besar) itu wahai Rasulullah? Rasul menjawab, “jihad (memerangi) hawa nafsu.”
أَفْضَلُ الْجِهَادِ أَنْ يُجَاهَدَ الرَّجُلُ نَفْسَهَ وَ هَوَاهُ
“(Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad [berjuang] melawan dirinya dan hawa nafsunya)”.
رَجَعْنَا مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ
“Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad yang besar”.
Hadis-hadis tersebut menegaskan bahwa perjuangan yang sesungguhnya adalah perjuangan melawan nafsu karena hawa nafsu dapat menggerakan perbuatan manusia secara spontan ke arah yang tidak bisa ditebak. Dengan mengendalikan hawa nafsu maka kita dapat mengendalikan pembangunan bangsa dan negara Indonesia.
Simpulan
Peran berbagai pihak dalam ikut andil dalam memanfaatkan kemerdekaan sangatlah penting. Masing-masing selalu evaluasi kepada diri sendiri dengan meluruskan niat seraya memohon bimbingan petunjuk dan pertolonganNya. Kita masih mempunyai tugas berat di masa yang akan datang yaitu dengan mempersiapkan generasi penerus yang akan meneruskan estafet pembangunan di masa yang akan datang.
*) Penyuluh Agama Islam Fungsional PPPK.
Komentar
Posting Komentar