Bermata Tapi Tak Melihat

 oleh Ustadzah Idi Asmarani, S.H.I. *) 

Seperti sebuah lagu karangan Bimbo yang bercerita tentang manusia Bermata tapi tidak melihat. Sebuah judul lagu yang sarat makna bahwa manusia diciptakan oleh Allah Swt. bukan berarti diciptakan tanpa mata ataupun bola sehingga tidak bisa melihat realita tetapi artinya bahwa mereka dianugerahi Al-Qur’an untuk dipedomani tetapi tidak mau mempelajari dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Surat Al A’raf ayat 179, Allah Swt. berfirman : 

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ

"Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah."

(QS.Al-‘Araf: 179)

Ayat ini menjelaskan bahwa untuk memahami segala sesuatu belum cukup kalau hanya memahami apa, bagaimana serta manfaat benda itu tetapi harus memahami sampai ke hakikat benda itu.

Pada ayat ini dijelaskan pula mengapa seseorang tidak mendapat petunjuk dan mengapa pula yang lain disesatkan. Hal itu karena mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat – ayat Allah dan mereka memiliki mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat tanda – tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengarkan ayat ayat Allah.

 Pepatah Arab mengatakan:

العِلْمُ بِلَا عَمَلٍ كَالشَّجَرِ بِلَا ثَمَرٍ

 “Ilmu tanpa amal, ibarat pohon tanpa buah.”

Seperti otak yang dipenuhi ilmu dan teori tapi tidak menggerakkan jasad kita untuk mengamalkan ajarannya. Bahkan ini adalah inti dari interaksi kita dengan al-Qur’an.

Selain agar memperoleh pahala, membaca al Qur'an sebenarnya dimaksudkan untuk memahami isinya dan kemudian menjadikan pedoman hidup sehari-hari. Orang yang membaca al-Qur'an akan memahami tentang kehidupan, tentang dirinya sendiri, tentang manusia, tentang alam semesta, dan tentu tentang Tuhan. Orang yang mengetahui hal itu semua akan berbeda dari orang yang tidak mengetahuinya.

Berdasar pengetahuannya itu semua, maka seseorang akan menata perilakunya, yaitu menyesuaikan dengan petunjuk al-Qur'an itu. Namun isi al-Qur'an itu sedemikian indah, sehingga tidak semua orang mampu menangkap dan menjalankan keindahan itu. Hal itu sama halnya dengan sinar atau cahaya. Jika cahaya itu sedemikian terang, maka tidak semua mata mampu menggunakan cahaya itu. Dan hanya orang – orang melihat saja, cahaya al-Qur’an bisa bermanfaat bagi mereka.

Sebagai contoh bahwa al-Qur’an mengajarkan keadilan, ternyata tidak semua orang mampu mewujudkan keadilan itu di tengah kehidupan sehari-hari. Semua orang melalui al-Qur’an, mengetahui bahwa adil itu indah. Tetapi keadilan itu belum tentu bisa diwujudkan dalam kehidupannya.

Bahwa mengerjakan yang sesuatu indah dan mulia tidak selalu mudah. Sekalipun semua orang menghendaki keindahan dan kemuliaan, namun tidak mudah menjalankannya. 

Itulah sebabnya, betapa sulitnya bagi siapa saja untuk menyatukan antara apa yang diketahui di dalam hati, diucapkan, dan yang dijalankannya. Banyak orang mengalami antara apa yang diucapkan dan dijalankannya berbeda-beda, “Sama halnya bermata tapi tak melihat”.

Usaha sungguh-sungguh dan terus menerus untuk menangkap, memahami, dan menghayati isi al-Qur’an bagi kaum muslimin adalah merupakan keharusan. Tanpa usaha yang demikian itu, pesan kitab suci dimaksud tidak mudah masuk dalam hati.

Hal itu membuktikan bahwa, usaha serius memahami al-Qur’an, adanya taufiq dan hidayah, semuanya adalah menjadi penentu perubahan perilaku manusia. 

Allah berfirman dalam surat As Syam ayat 9-10:

       قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ  وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَاۗ   

"Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu) dan sungguh rugi orang yang mengotorinya."

Artinya, bahwa orang yang membersihkan dirinya, yaitu yang bisa mengendalikan dirinya sehingga hanya mengerjakan perbuatan – perbuatan baik, maka termasuk orang yang beruntung, yaitu bahagia di dunia dan terutama di akhirat. Sedangkan orang yang mengotori dirinya, dengan mengikuti hawa nafsunya sehingga melakukan perbuatan-perbuatan dosa, akan celaka, yaitu tidak bahagia di dunia dan di akhirat akan dimasukan neraka. 

Wallahu A'lam.

*) Penyuluh Agama Islam Fungsional PPPK Kab. Banyumas

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Epistemologi dalam al Qur'an

Hakikat Mencintai Allah Swt; Khauf, Raja, dan Tawakkal Kepada-Nya

Mengenal Inkarussunnah