Dilema: Sholat Tapi Maksiat

Oleh Hanik Eka Ningsih, S. Sos. I *) 

 إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ 

Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” 

(Q.S. Al-Ankabut: 45)

Dengan kata lain, kewajiban seorang mukallaf untuk menjalankan shalat lima waktu pada dasarnya mengandung pengertian sebagai peringatan dari Allah agar ia selalu mengingat-Nya. Ingatan kepada Allah berujung pada ingatan kepada perintah dan larangan-Nya. Inilah yang disebut dengan takwa sebagaimana dikemukakan di atas.

يَظْهَرُ أَنَّ التَّقْوَى مِنْ حِكْمَةِ مَشْرُوعِيَّةِ الصَّلَاةِ لِأَنَّ الْمُكَلَّفَ إِذَا ذَكَرَ أَمْرَ اللهِ وَنَهْيِهِ فَعَلَ مَا أَمَرَهَ وَاجْتَنَبَ مَا نَهَاهُ عَنْهُ 

“Nampak jelas bahwa takwa merupakan hikmah dibalik disyariatkannya shalat, karena ketika seorang mukallaf mengingat perintah dan larangan Allah Swt maka ia akan menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-Nya” 

(Muhammad Thahir bin ‘Asyur, at-Tahrir wat-Tanwir, Beirut: Mu`assah at-Tarikh al-‘Arabi, cet ke-1, 1420 H/2000 M, juz, 16, h. 106)

Berangkat dari penjelasan di atas maka ibadah shalat yang merupakan komunikasi atau hubungan antara seorang hamba dengan Allah swt sejatinya harus memiliki pengaruh positif terhadap komunikasi kita dengan yang ada di sekitar kita.  Ironisnya sering kali kita menyaksikan orang yang rajin shalat tetapi masih saja melakukan kemungkaran dan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama padahal setidaknya ia lima kali menyapa Allah melalui shalat. 

Pertanyaannya, mengapa bisa demikian? Hal ini terjadi karena shalat masih dipahami hanya sebatas formalitas yang tidak memiliki konsekuensi apa-apa terhadap kehidupannya. Sepanjang kita masih berkutat pada pemahaman seperti ini maka shalat kita jelas tidak memiliki makna apa-apa, tidak bisa mencegah perbuatan yang keji dan mungkar.

Kemudian mengutip Dawuh K.H. Ahmad Bahauddin Nursalim yang menuqil dari Imam Izzudin Bin Abdissalaam bahwa pada dasarnya orang yang melakukan maksiat tujuannya tidak lain adalah untuk mendapatkan kenikmatan. Sedangkan para Auliya dan Orang-orang Sholeh tidak melakukan maksiat dan hal-hal keji lain dikarenakan beliau-beliau sudah merasakan kenikmatan dalam segala bentuk ibadah terutama sholat. 

Sehingga bisa disimpulkan dari sirrinya para Auliya dan Orang-orang Sholeh di atas bahwasanya selama kita mampu menikmati segala bentuk Ibadah terutama sholat, kita tidak akan mencari kenikmatan-kenikmatan lain yang bersumber dari segala bentuk perbuatan keji dan maksiat.

*) Penyuluh Agama Islam Fungsional PPPK

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Epistemologi dalam al Qur'an

Hakikat Mencintai Allah Swt; Khauf, Raja, dan Tawakkal Kepada-Nya

Mengenal Inkarussunnah